Welcome

Jumat, 30 September 2011

Jika para selebriti dunia menjadi gundul

Sarah Jessica Parker
http://hermawayne.blogspot.com

Michael Douglas
http://hermawayne.blogspot.com

Kristin Kreuk
http://hermawayne.blogspot.com

Tim Robbins
http://hermawayne.blogspot.com

Ben Affleck
http://hermawayne.blogspot.com

Paris Hilton
http://hermawayne.blogspot.com

Jim Carey
http://hermawayne.blogspot.com

Brad Pitt
http://hermawayne.blogspot.com

Hugh Jackman
http://hermawayne.blogspot.com

Reese Witherspoon
http://hermawayne.blogspot.com

Angelina Jolie
http://hermawayne.blogspot.com

Tom Hanks
http://hermawayne.blogspot.com

Megan Fox
http://hermawayne.blogspot.com

Whoopi Goldberg
http://hermawayne.blogspot.com

Oprah Winfrey
http://hermawayne.blogspot.com

Tom Cruise
http://hermawayne.blogspot.com

Nicole Kidman
http://hermawayne.blogspot.com

Victoria Beckham
http://hermawayne.blogspot.com

Hillary Clinton
http://hermawayne.blogspot.com

Johnny Depp
http://hermawayne.blogspot.com

Miley Cyrus
http://hermawayne.blogspot.com

Drew Barrymoore
http://hermawayne.blogspot.com

Cameron Diaz
http://hermawayne.blogspot.com

Zac Efron
http://hermawayne.blogspot.com

Robert Pattinson
http://hermawayne.blogspot.com

Jessica Biel
http://hermawayne.blogspot.com

Scarlett Johansson
http://hermawayne.blogspot.com

Jennifer Aniston
http://hermawayne.blogspot.com

Gwen Stefani
http://hermawayne.blogspot.com

Joaquin Phoenix
http://hermawayne.blogspot.com

Kalau yang di bawah ini ane lupa namanya. Bagi yang tahu silahkan tinggalkan komen.
http://hermawayne.blogspot.com

http://hermawayne.blogspot.com

sumber

Tokoh-tokoh superhero dalam bentuk janin

http://hermawayne.blogspot.com
http://hermawayne.blogspot.com
http://hermawayne.blogspot.com
http://hermawayne.blogspot.com
http://hermawayne.blogspot.com
http://hermawayne.blogspot.com
http://hermawayne.blogspot.com
http://hermawayne.blogspot.com
http://hermawayne.blogspot.com

sumber

7 boneka terseram di Dunia

Demonic Twins

Boneka kembar ini di isukan sudah positive gaib . bisa mengentanyangi orang yang memimpikannya
German Doll

Ini boneka pegulat 10-inch adalah salah satu hal yang paling menakutkan , saya telah melihat sepanjang tahun. Aku benar-benar tidak mengerti mengapa dia hanya memakai sepasang kaus kaki dan sepatu bot. ujar pemilik boneka tersebut
Discarded Doll

boneka yang digunakan untuk meneror target yang mengganggu pemilik boneka ini
Trilogy of Terror Doll

Pada tahun 1975, boneka ini berkomitmen menjadi boneka penusukan, pembunuhan dan korban yang tenggelam di nominasi Oscar Trilogy of Terror. Pastikan Anda tidak menghapus rantai atau Anda mungkin akhirnya korban berikutnya ...
Negro Doll

boneka ini dari usia yang berbeda dan sedikit rasis. Itu menakutkan untuk berpikir bahwa boneka tersebut diterima oleh konsumen mainstream.
Down Syndrome Doll

Aku tidak tahu mengapa perusahaan telah memutuskan untuk membuat boneka tersebut tetapi saya merasa agak menakutkan. ujar Pegawai toko

sumber

Wajah Asli Monalisa

Tidak punya alis bukan suatu hal yang aneh bagi perempuan masa kini yang gemar bersolek. Mencukur habis rambut di atas mata itu sengaja dilakukan agar mempermudah mereka melukis alis yang melengkung sempurna di pagi hari yang sibuk. Tapi Mona Lisa bukan perempuan masa kini. Istri pedagang dari Florentine yang dilukis oleh Leonardo Da Vinci itu hidup pada abad ke-16. Sehingga muncul berbagai pertanyaan mengapa wanita dalam lukisan itu sama sekali tak memiliki alis, bahkan bulu mata.

wajah monalisa

Beberapa peneliti menyatakan bahwa mencabuti rambut di wajah adalah praktek umum bagi wanita beradab pada masa itu. Sebab, rambut itu dianggap tak elok dilihat. Tentu saja penjelasan ini tak memuaskan banyak penikmat senyum wanita yang penuh tanda tanya itu. Pascal Cotte adalah salah seorang di antaranya. Warga Paris ini kerap bertanya-tanya mengapa Mona Lisa berbeda dengan lukisan sang maestro lainnya. Da Vinci selalu menggoreskan alis dan bulu mata pada semua lukisannya.

Karya Da Vinci yang paling terkenal ini memang bukan barang baru buat Cotte. Pada 1969, Cotte kecil meminjam kartu pass Metro milik ibunya dan pergi ke Museum Louvre untuk melihat sendiri apa yang disebut ibunya sebagai lukisan terindah di dunia. Bocah 11 tahun itu berdiri berjam-jam di depan lukisan etrsebut, sangat lama sehingga seorang penjaga museum menawarkan kursinya.

Sudah 35 tahun berlalu, Cotte--yang kini seorang insinyur teknik--kembali menghabiskan tiga jam di depan lukisan itu. Namun, kali ini ia membawa sebuah kamera raksasa dan izin untuk mengeluarkan lukisan itu dari bingkai dan kotak pengamannya. Foto-foto hasil jepretan Cotte, termasuk mata, mulut, dan tangan yang diperbesar 20 kali lipat, dipamerkan di Metreon, San Francisco, Amerika Serikat.

Foto mata yang diperbesar itulah yang akhirnya menjawab pertanyaan Cotte. Ketika meneliti foto itu, ia menemukan selembar rambut di dahi kiri Mona Lisa, bukti sesuatu yang dulunya alis. Ada kemungkinan alis ini hilang karena pigmen cat memudar atau terhapus gara-gara upaya restorasi yang ceroboh. "Saya adalah seorang insinyur dan saintis. Bagi saya, semua harus masuk akal," ujarnya. "Tidak masuk akal bahwa Mona Lisa tidak punya alis atau bulu mata. Saya menemukan selembar rambut alisnya."

Selain menemukan alis, Cotte menciptakan reproduksi yang disebutnya definisi tinggi yang paling akurat dari lukisan yang berumur 500 tahun itu. Berkat teknik pemindaian gambar 240 juta piksel yang memakai 13 spektrum warna, termasuk ultraviolet dan inframerah, Cotte bisa menampilkan warna asli lukisan itu ketika baru selesai dikerjakan Da Vinci.

Cotte mengatakan pemindaian digital ultradetail lukisan itu memungkinkan ia menggali secara efektif menembus tumpukan cat yang berlapis-lapis dan melihat wajah asli Lisa Gherardini, wanita dalam lukisan tersebut. "Cukup dengan satu foto, Anda bisa lebih mendalami konstruksi lukisan itu dan mengerti bahwa Leonardo adalah seorang jenius," kata Cotte dalam pembukaan pameran "Da Vinci: An exhibition of Genius" di San Francisco, Rabu lalu.

Kamera supercanggih yang lahir dari keahlian Cotte dalam bidang optik dan cahaya itu membantunya memeriksa lukisan yang menjadi obsesinya. Pria 49 tahun itu memperkirakan tak kurang dari 3.000 jam dihabiskannya untuk menganalisis data hasil pemindaian Mona Lisa yang dibuatnya di laboratorium Louvre pada tiga tahun lalu.

Sensor pendeteksi cahaya dari spektrum warna sampai inframerah dan ultraviolet yang tak terlihat mata manusia itu juga mengungkapkan berbagai detail yang hilang dari lukisan tersebut. Gambar zoom in ini membuat Cotte bisa melihat perubahan posisi tangan kanan istri Francesco del Giocondo itu, yang terletak persis di perutnya.

Sebelum Mona Lisa, tidak pernah ada lukisan potret dengan posisi tangan seperti itu. Meski tak mengetahui alasan Da Vinci, banyak pelukis yang meniru posisi tersebut.

Cotte menemukan pigmen yang berada di bawah pergelangan tangan kanan sama persis dengan gambar selimut yang menutupi lutut Mona Lisa. Hal itu menjelaskan bahwa lengan bawah dan pergelangan tangan tersebut memegang satu sisi selimut. "Pergelangan tangan kanan itu terletak jauh di atas perutnya," kata Cotte. "Tapi, jika dilihat lebih dalam memakai inframerah, Anda akan tahu bahwa ia memegang selimut dengan pergelangan tangannya."

Gambar inframerah itu juga mengungkapkan sketsa yang berada di bawah tumpukan lapisan cat dan pernis. Cotte menyatakan hal itu menunjukkan bahwa Da Vinci juga manusia. "Jika memperhatikan tangan kirinya, Anda bisa melihat posisi pertama jari jemarinya serta mengubah pikiran dan melukisnya dengan posisi lain," katanya. "Bahkan Da Vinci pun punya keraguan."

Hasil analisis Cotte juga mengungkapkan warna asli lukisan itu. Waktu, pernis, dan restorasi menyebabkan lukisan yang kini tersimpan di balik kaca antipeluru itu tampak penuh dengan warna hijau gelap, kuning, dan cokelat.

Namun, foto digital 22 gigabita yang dihasilkan 13 filter warna berbeda, bukan filter tiga atau empat warna yang biasa ditemukan dalam kamera digital pasaran, mengembalikan warna asli lukisan itu. Dalam bentuk aslinya, Mona Lisa memiliki warna biru terang dan putih cemerlang. "Bagi generasi mendatang, kami menjamin Anda akan bisa melihat warna asli lukisan itu," ujar Cotte.

Meski sejumlah sejarawan seni mengungkapkan skeptisisme atas temuannya, Cotte berharap teknik baru ini bisa digunakan sebagai panduan bagi restorasi beragam lukisan kuno di masa depan. Setelah memindai Mona Lisa, Cotte membuat foto dengan resolusi supertinggi dari 500 lukisan, termasuk karya Van Gogh, Brueghel, Courbet, dan pelukis Eropa lainnya. "Untuk mengkomunikasikan warisan budaya bagi anak-anak kita, kami perlu menyediakan informasi sebanyak-banyaknya," ujar Cotte.

sumber

Kartu Tarot, Sejarah dan Misterinya

kartu tarot

Hal yang pertama melintas di pikiran kita saat mendengar tentang Kartu Tarot adalah hal-hal yang bersifat klenik tentang ramalan; sesuatu yang menakutkan, kengerian, atau bahkan kematian. Anehnya, semua itu tak pernah terbantahkan. Orang-orang yang bergelut di dunia Tarot pun diam-diam seakan mengamini anggapan negatif tersebut tanpa pernah bermaksud mengoreksinya. Sebagai salah satu “praktisi” dalam dunia Tarot, saya merasa sudah saatnya mengungkap kontroversi tentang kartu ramalan tersebut; tentang apa sebenarnya Kartu Tarot, dari mana asal muasal Kartu Tarot dan kenapa dunia ramal meramal dengan medium Kartu Tarot dapat berkembang menjadi sesuatu yang menakutkan, bahkan dibenci oleh sebagian orang.

Permainan Tarot yang paling populer saat ini adalah Tarot versi Rider-Waite-Smith. Kartu Tarot sendiri terdiri dari 78 kartu yang terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu Major Arcana (kata Arcana adalah bentuk jamak dari arkanum, yang artinya “penuh rahasia”. Bagi para ahli kitab di abad pertengahan, arkanum berarti rahasia alam) dan Minor Arcana. Ada 22 buah kartu dari keseluruhan 78 Kartu Tarot yang tergolong dalam Arkana Mayor, dan disebut sebagai kartu trump, yang berarti ke-22 kartu tersebut memiliki keunggulan dibandingkan dengan kartu-kartu yang masuk dalam kategori Arkana Minor. Dari 56 kartu Arkana Minor sendiri, kita masih bisa kelompokkan lagi menjadi empat jenis kartu sebagaimana layaknya permainan kartu remi.

Tarot Kartu Remi Elemen
Wands, Staves, Rods, Batons atau Tongkat Clubs atau Keriting, Cengkir Api
Pentacles, Coins atau Koin Diamonds atau Tahu, Wajik Tanah atau Bumi
Cups, Chalices atau Cawan, Gelas Hearts atau Hati, Cinta Air
Swords atau Pedang Spades atau Sekop Angin atau udara

Keempat kelompok kartu Arkana Minor tersebut terdiri dari kartu As 2-10, dan kartu-kartu Kerajaan; dengan perbedaan Joker (disebut juga Page atau Knave) masuk menjadi bagiannya. Jack (Knight/Kesatria), Queen dan King. Jumlah kartu dalam tiap kelompok adalah 14. Kartu Tarot sendiri berasal dari Italia dan awalnya permainan dengan medium Kartu Tarot ini disebut Carde da Trionfi, atau Kartu Kejayaan. Bukti sejarah berupa dokumen yang disalin pada Abad 1442-1463 menyebutkan bahwa jenis permainan dengan medium Kartu Tarot ini bernama Trionfi. Barulah setelah mendapat pengaruh dari Prancis, nama Trionfi berubah menjadi Tarrochi.

Popularitas Kartu Tarot diperkirakan bermula sejak Antoine Court de Gebelin menerbitkan sebuah buku pada tahun 1781, yang mengungkapkan bahwa pendeta-pendeta Mesir Kuno telah melukis Kartu Tarot berdasarkan Buku Thoth. Mereka kemudian membawa gambar-gambar tersebut ke Roma untuk dipersembahkan kepada Paus, yang selanjutnya memperkenalkan Tarot hingga ke Avignon, Prancis, pada abad ke-14. Namun, penjelasan Court de Gebelin ini dianggap tidak akurat karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah dan ditulis sebelum Champollion berhasil menerjemahkan bahasa Mesir Kuno, Hieroglif (Hieroglyph).

Gereja Katolik dan pemerintahan daerah di Eropa tidaklah selalu melarang permainan Tarot. Di beberapa daerah bahkan warganya diperbolehkan memainkan Tarot, sekalipun permainan kartu sejenis lainnya jelas-jelas dilarang. Namun, “hak eksklusif” dari Kartu Tarot tersebut tidak berlangsung lama. Pada akhir abad ke-14, seorang penceramah dari Swiss, Johannes von Rheinfelden, secara tiba-tiba menyerang perjudian dan aneka permainan kartu, termasuk Kartu Tarot. Pelarangan ini kemudian dituangkan dalam Tractus de moribus et disciplina humanae conversationis, yang diterbitkan pada tahun 1370 (beberapa ahli menyatakan tahun 1377).

Sebagai akibat dari pernyataan ini, John I dari Castile, serta pemerintahan Firenze dan Bazel secara bersamaan mengeluarkan larangan bermain kartu. Beberapa tempat seperti Regensburg dan Duchy of Brabant pun menerbitkan larangan serupa pada tahun 1379. Penceramah Bernard Siena bahkan mengatakan bahwa permainan kartu adalah hasil ciptaan setan.

Tarot-tarot tertua saat ini dibuat pada awal hingga pertengahan abad ke-15. Ada tiga set Kartu Tarot yang kesemuanya adalah milik keluarga Visconti – keluarga yang paling berkuasa di Milan pada saat itu. Kartu-kartu tersebut kemungkinan besar merupakan buah karya lukis dari seniman bernama Bonifacio Bembo dan pelukis-pelukis miniatur dari Ferrara. Tujuan diciptakannya kartu-kartu itu adalah untuk merayakan perkawinan antara keluarga Visconti dengan Sforza. Hingga kini, terdapat 35 kartu yang tersimpan di Perpustakaan Pierpont Morgan; 26 kartu lainnya di Accademia Carrara; 13 kartu di Casa Calleoni; sedangkan empat kartu lainnya (Devil, Tower, Three Swords, dan Knight of Coins) tidak dapat ditemukan atau bahkan mungkin tidak pernah dibuat. Set kartu “Visconti-Sforza” ini telah direproduksi secara meluas. Dalam set kartu tersebut, Minor Arcana (kartu-kartu Pedang, Tongkat, Koin, dan Cawan) dan Major Arcana digabungkan untuk merefleksikan ikonografi konvensional pada saat itu.
Ilustrasi dan interprestasi Tarot berkembang sejalan dengan masa.

Seringkali ilustrasi Tarot dibentuk untuk melayani pandangan mistis dan kebutuhan penggunanya. Sebagai contoh, seorang seniman bernama Pamela Colman Smith melukis satu set lukisan Major Arcana, yang didasarkan pada interpretasi Arthur Edward Waite. Hasil karya mereka kemudian diterbitkan oleh perusahaan percetakan, Rider Company, dan telah menjadi set Kartu Tarot yang paling populer di peradaban modern. Set kartu ini dikenal juga dengan sebutan Tarot Rider-Waite-Smith; dan untuk memudahkan pemahaman terhadap set kartu ini, Waite menerbitkan buku petunjuk interpretasi Tarotnya, The Pictorial Key to the Tarot (1910).

Dari uraian singkat di atas, sedikit terungkap kenapa Tarot dapat dengan mudah terkondisikan menjadi sebuah kontroversi; selain karena keberadaannya yang sangat dipengaruhi oleh kuasa kerajaan, permainan Kartu Tarot juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh keyakinan keimanan umat manusia, kemisteriusan akan sejarah asal muasal permainan kartu tersebut, serta berbagai ilmu gaib dan mistis yang melekat terhadapnya.

Pandangan yang cukup revolusioner terhadap permainan Kartu Tarot diungkap oleh Joan Bunning dalam situsnya Belajar Tarot Gratis. Menurutnya, Tarot sebenarnya adalah simbol sentuhan alam bawah sadar manusia, yang dalam teori psikologi dapat dipersamakan atau hampir serupa dengan bentuk tes Rorschach inkblot.

Psikolog ternama Sigmun Freud bahkan pernah juga membahas dalam teori alam bawah sadar-nya bahwa simbol-simbol dalam Kartu Tarot itulah yang kemudian memberikan sugesti kepada manusia (baca : praktisi tarot.red) untuk menjawab pertanyaan atau memberikan saran dalam menyelesaikan masalah kepada pihak kedua yang datang “berkonsultasi”; hingga tak heran jika kesan yang sampai pada kita mengenai Kartu Tarot adalah permainan ramal meramal, dimana seakan-akan sang praktisi Kartu Tarot telah mengetahui jawabannya terlebih dahulu bahkan sebelum lahirnya suatu kejadian/peristiwa.

Secara ilmiah, tentu saja hal ini sangat sulit diterima oleh beberapa pihak. Teori mengenai “alam bawah sadar” ala Kartu Tarot ini bahkan dianggap sangat bertentangan dengan dunia Barat — yang lebih mengedepankan logika/pemikiran-pemikiran logis, ilmu pasti, dan teknologi dunia modern, atau pun dunia Timur — yang sedikit banyak masih mempercayai adanya kekuatan gaib, klenik, mistis, eksklusifisme dan cenderung lebih agamis. Kontroversi mengenai “teori alam bawah sadar” ini semata-mata karena hal tersebut sangat sulit dan sangat samar untuk diuraikan secara logika.

kartu tarot

Namun, penulis Ramalan, Antara Perspektif Ilmiah dan Religius, A. Luluk Widyawan, Pr menjelaskan bahwa pelajaran berharga yang dihasilkan dari perjumpaan antara dunia ramal meramal, astrologi, horoskop, dan keimanan manusia dimasa lalu merupakan sesuatu yang tidak perlu dipertentangan. Dengan kata lain, perbedaan yang terdapat dalam perspektif ilmiah dan perspektif religius bukanlah sesuatu yang perlu dipertentangkan. Hal serupa terlihat pula pada kasus-kasus dimana agama dan ilmu pengetahuan bertemu pada satu titik persimpangan saat mengemukanya teori-teori baru, seperti Teori Evolusi, Realitas Kuantum, atau pun Teori Genom. Karena pada dasarnya, ilmu pengetahuan dan agama merupakan dua perspektif yang berbeda dalam menjelaskan rahasia alam, termasuk dunia dan kehidupan.

Budi Hardiman dalam sebuah seminar, The Future of Religion-Science Dialogue, di Universitas Paramadina, Jakarta, medio Desember tahun lalu, mengatakan bahwa dalam perspektif ilmiah, alam dipandang sebagai sebuah dunia yang obyektif. Semua fakta tunduk kepada “hukum alam”. Berdasar pada perspektif tersebut, manusia membuat ramalan tentang peristiwa alam dan manipulasi teknis atas alam. Akan tetapi, manusia tidak melulu melihat alam hanya sebagai kumpulan fakta-fakta, melainkan juga sebagai dunia yang dihayati.

Adapun perspektif religius, menurut Budi, melihat alam dalam kaitannya dengan kenyataan dan penghayatan eksistensial. Bukan sekedar sebagai kebenaran faktual, tetapi lebih sebagai kebenaran transendental. Tentu saja tiap-tiap perspektif ini mempunyai kebenarannya sendiri, tetapi pada tahap tertentu, kedua perspektif ini saling berhubungan, sama penting, dan bermakna.

Selanjutnya Budi mengambil contoh tentang bencana tsunami. Dari perspektif ilmiah, bencana ini merupakan peristiwa dalam dunia obyektif yang dapat dikalkulasi secara geologis. Di sisi lain, perspektif religius memaknai bencana tsunami secara eksistensial dan transendental sebagai perjumpaan dari hal-hal yang melampaui rasionalitas umat manusia. Perbedaan antara dua perspektif tersebut memperlihatkan bahwa ilmu pengetahuan tidak mempersoalkan kebenaran eksistensial dan transendental; sebagaimana juga agama tidak berpretensi untuk menjadi ilmu pengetahuan yang bertugas memberikan penjelasan tentang suatu kebenaran yang faktual.

Adapula pendapat lain, diungkapkan oleh Hamid Parsania, Rektor Baghir Al-Ulum University, Teheran. Ia mengatakan bahwa dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan – terutama pada abad ke-19 – dimaknai sebagai pengetahuan yang tangible (indrawi) dan faktual (dapat dibuktikan).

Ilmu pengetahuan dapat dimaknai sebagai sesuatu yang berusaha menjelaskan alam semesta dan dalam perkembangannya dituntut pula mengajarkan nilai-nilai kepada masyarakat. Perkembangan teori-teori dalam ilmu pengetahuan telah pula memunculkan para ahli yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan tidaklah terlepas dari sumber-sumber lain.

Satu hal yang patut diyakini adalah bahwa ilmu itu juga bagaikan sebuah pisau, tinggal tergantung dari sudut mana kita bisa meyakininya sebagai sesuatu yang berguna atau tidak. Kita tentu membutuhkan pisau untuk memudahkan pekerjaan kita mengupas bawang, mengiris roti, atau sekedar meraut pinsil; namun kita pun akan menjauhkan pisau tersebut dari jangkauan anak-anak karena bisa membuatnya terluka. Dengan segala kontroversinya, permainan dengan medium Kartu Tarot pun merupakan bagian dari sebuah ilmu pengetahuan yang terus berkembang sejalan dengan zaman.

sumber